PHK adalah – salah satu istilah yang sering menimbulkan kekhawatiran di dunia kerja. Dalam praktiknya, PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja tidak hanya berarti pemecatan sepihak dari perusahaan, tetapi juga mencakup berakhirnya hubungan kerja karena berbagai sebab — seperti habis kontrak, kesepakatan bersama, atau kondisi tertentu.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, PHK harus dilakukan dengan dasar hukum yang jelas agar tidak merugikan salah satu pihak, terutama pekerja. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami arti PHK secara hukum, jenis-jenisnya, serta hak yang wajib diterima setelah diberhentikan kerja.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai pengertian PHK, dasar hukumnya, penyebab umum, jenis PHK, hingga hak-hak pekerja berdasarkan peraturan terbaru.

Pengertian PHK Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan
Secara hukum, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Definisi ini tertuang dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan:
“Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha.”
Dengan kata lain, PHK bukan hanya pemecatan, tetapi bisa juga terjadi karena kontrak berakhir, perusahaan tutup, atau pekerja meninggal dunia. Dalam semua situasi tersebut, aturan hukum mewajibkan adanya perlindungan bagi pihak pekerja.
Dasar Hukum PHK di Indonesia
PHK diatur dalam beberapa regulasi penting yang menjadi payung hukum hubungan kerja di Indonesia, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
– Menjadi dasar utama dalam mengatur hubungan kerja, termasuk tata cara PHK. - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law)
– Mengubah beberapa pasal dalam UU 13/2003 agar lebih adaptif terhadap dunia kerja modern. - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja Menjadi UU
– Menegaskan kembali ketentuan sebelumnya dengan penyesuaian terhadap kondisi ekonomi. - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021
– Mengatur lebih rinci tentang perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya, waktu kerja, dan tata cara PHK serta perhitungannya.
Penyebab Terjadinya PHK
PHK dapat terjadi karena berbagai alasan, baik dari sisi pekerja maupun pengusaha. Berikut penjelasan paling umum yang diakui dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan:
- Pelanggaran Disiplin Kerja
Pekerja melakukan pelanggaran berat seperti pencurian, penipuan, atau tindakan yang merugikan perusahaan. - Perusahaan Mengalami Kerugian atau Efisiensi
Dalam situasi tertentu, perusahaan melakukan pengurangan karyawan untuk menekan biaya operasional. - Perusahaan Pailit atau Tutup
Bila perusahaan dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, hubungan kerja otomatis berakhir. - Habis Masa Kontrak Kerja (PKWT)
Jika masa kerja sudah selesai dan tidak diperpanjang, maka hubungan kerja berakhir secara otomatis. - Kesepakatan Bersama
Pekerja dan pengusaha sama-sama sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja secara damai. - Karyawan Mengundurkan Diri (Resign)
Pengunduran diri secara sukarela juga termasuk dalam bentuk PHK, asalkan sesuai dengan syarat UU. - Keadaan Tertentu di Luar Kendali
Seperti bencana alam, perubahan struktur organisasi, atau keadaan darurat yang menyebabkan PHK tidak bisa dihindari.
Jenis-Jenis PHK Berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan
- PHK oleh Pengusaha (Terminated)
Biasanya dilakukan karena alasan ekonomi, pelanggaran, atau efisiensi. Dalam kasus ini, perusahaan wajib memberikan kompensasi kepada pekerja sesuai ketentuan UU. - PHK oleh Pekerja (Mengundurkan Diri)
Terjadi atas kemauan pekerja. Syaratnya:- Mengajukan surat pengunduran diri minimal 30 hari sebelumnya.
- Tidak terikat perjanjian ikatan dinas.
- Tetap melaksanakan tugas hingga masa pemberitahuan berakhir.
- PHK Karena Kesepakatan Bersama
Pekerja dan perusahaan sama-sama setuju mengakhiri hubungan kerja tanpa sengketa. Biasanya, disertai kompensasi tertentu. - PHK Karena Keadaan Tertentu
Seperti meninggal dunia, pensiun, atau perusahaan tutup karena keputusan pengadilan.
Prosedur Resmi PHK Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan
Proses PHK tidak bisa dilakukan secara sepihak. Menurut UU dan PP No. 35 Tahun 2021, berikut tahapan yang wajib dipenuhi:
- Pemberitahuan Tertulis (Surat PHK)
Pengusaha wajib memberikan surat pemberitahuan yang berisi alasan, waktu, dan hak pekerja. - Negosiasi dan Musyawarah
Jika pekerja tidak setuju dengan alasan PHK, kedua pihak wajib bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. - Pemberitahuan ke Dinas Ketenagakerjaan
Bila tidak ada kesepakatan, perusahaan harus melaporkan rencana PHK kepada Disnaker setempat. - Penyelesaian Melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
Jika tetap tidak ada kesepakatan, perkara bisa dibawa ke pengadilan hubungan industrial.
Hak Karyawan yang Terkena PHK
Salah satu aspek paling penting dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah jaminan hak pekerja yang terkena PHK. Berikut hak-hak utama yang harus diberikan:
- Uang Pesangon
Diberikan sesuai masa kerja. Misalnya:- Masa kerja <1 tahun: 1 bulan gaji
- Masa kerja 1–2 tahun: 2 bulan gaji
- Hingga maksimal 9 bulan gaji untuk masa kerja ≥8 tahun.
- Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Diberikan sebagai bentuk apresiasi atas loyalitas pekerja yang telah bekerja lebih dari 3 tahun. - Uang Penggantian Hak (UPH)
Meliputi cuti tahunan yang belum diambil, biaya transportasi, atau fasilitas lain sesuai perjanjian kerja. - Surat Pengalaman Kerja
Sebagai bukti bahwa pekerja pernah bekerja di perusahaan tersebut secara resmi. - BPJS Ketenagakerjaan dan Jaminan Pensiun
Pekerja berhak mencairkan saldo JHT (Jaminan Hari Tua) setelah PHK.
baca juga : Pengertian Ketenagakerjaan : Arti, Tujuan, dan Fungsi dalam Dunia Kerja
Contoh Kasus Nyata Terkait PHK di Indonesia
Sebagai contoh, pada masa pandemi COVID-19, ribuan pekerja di Indonesia mengalami PHK massal karena perusahaan tidak mampu bertahan. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2021, lebih dari 1,5 juta pekerja terdampak PHK.
Namun, pemerintah memberikan perlindungan tambahan melalui Kartu Prakerja, bantuan subsidi upah (BSU), dan pelatihan reskilling agar pekerja dapat kembali produktif.
Kasus ini menunjukkan bahwa PHK tidak selalu berarti akhir karier, tetapi bisa menjadi awal untuk transisi ke bidang kerja baru.

Upaya Pencegahan PHK
Agar tidak terjadi PHK, baik perusahaan maupun pekerja dapat melakukan langkah-langkah pencegahan, antara lain:
- Peningkatan keterampilan (upskilling & reskilling)
- Penyesuaian sistem kerja fleksibel
- Efisiensi biaya operasional tanpa mengorbankan tenaga kerja
- Komunikasi terbuka antara manajemen dan karyawan
- Mediasi melalui serikat pekerja sebelum keputusan PHK diambil
Dampak PHK terhadap Pekerja dan Perusahaan
PHK memiliki dua sisi:
- Bagi pekerja: kehilangan penghasilan, stres, dan ketidakpastian karier.
- Bagi perusahaan: kehilangan tenaga berpengalaman dan citra buruk jika tidak dilakukan secara adil.
Itulah mengapa Undang-Undang Ketenagakerjaan menekankan keseimbangan antara hak pengusaha dan perlindungan pekerja.
PHK Menurut Perspektif UU Cipta Kerja
Setelah berlakunya UU Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan signifikan dalam aturan PHK, antara lain:
- Proses PHK menjadi lebih sederhana dengan sistem kompensasi yang jelas.
- Pengusaha tetap wajib membayar pesangon meski alasan PHK karena efisiensi.
- Pekerja mendapat kesempatan lebih luas untuk memperoleh pelatihan dan pekerjaan baru melalui program pemerintah.
Namun, sebagian pihak menilai aturan baru ini lebih berpihak pada pengusaha karena mengurangi nilai pesangon dibandingkan UU lama.
baca juga : Undang-Undang Ketenagakerjaan Lama vs Baru : Mana Lebih Melindungi Pekerja?
Pandangan Publik dan Realita di Lapangan
Meskipun hukum sudah mengatur secara tegas, pelaksanaan PHK di lapangan sering kali tidak sesuai aturan. Banyak kasus pekerja yang tidak mendapat pesangon, tidak menerima surat PHK resmi, atau diberhentikan sepihak tanpa alasan jelas.
Serikat pekerja dan lembaga hukum sering menjadi penengah dalam sengketa seperti ini. Pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan terus mendorong penyelesaian sengketa secara damai agar hak pekerja tetap terlindungi.
Kesimpulan: PHK Adalah Proses Hukum yang Harus Adil dan Transparan
PHK adalah bagian dari dinamika hubungan kerja yang tidak dapat dihindari. Namun, dengan pemahaman terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan, baik pekerja maupun pengusaha dapat menempuh proses ini secara adil, transparan, dan bermartabat.
Setiap pekerja berhak atas perlindungan hukum, pesangon, dan penghargaan masa kerja, sementara pengusaha memiliki hak untuk menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja sesuai kondisi bisnisnya.
Memahami aturan PHK bukan hanya soal mengetahui hak dan kewajiban, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan hubungan industrial agar dunia kerja di Indonesia tetap sehat dan produktif.


