PMTK – Pernahkah Anda mendengar istilah PMTK saat membahas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)? Istilah ini cukup populer di kalangan HR dan karyawan, meskipun secara hukum, sudah tidak digunakan secara resmi.
PMTK sering disalahartikan sebagai Pelanggaran Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan/atau Perjanjian Kerja Bersama, Namun, dalam konteks peraturan ketenagakerjaan lama, PMTK sebenarnya merupakan singkatan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja.
Istilah ini mengacu pada Kepmenaker No. 150 Tahun 2000 tentang:
“Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan.”
Seiring berjalannya waktu, peraturan tersebut kemudian digantikan oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan terakhir diperbarui oleh UU No. 11 Tahun 2020.
Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) serta peraturan turunannya yaitu PP No. 35 Tahun 2021. Namun karena sudah terlanjur populer, istilah PMTK tetap digunakan secara informal untuk menyebut rumus perhitungan pesangon dalam PHK.
Penjelasan PMTK dalam PHK Karyawan

PMTK dalam konteks ini merujuk pada Peraturan atau Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Salah satu regulasi yang paling dikenal adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP.150/MEN/2000.
Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak di Perusahaan. Peraturan ini dulu menjadi acuan utama dalam praktik ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya terkait dengan hak-hak pekerja yang terkena PHK dan kewajiban perusahaan dalam memberikan kompensasi.
- Ruang Lingkup PMTK dalam PHK
Peraturan ini mengatur secara rinci mengenai:
- Alasan-alasan sah yang dapat digunakan untuk melakukan PHK.
- Besaran uang pesangon berdasarkan masa kerja.
- Uang penghargaan masa kerja (UPMK) sebagai bentuk apresiasi terhadap loyalitas karyawan.
- Uang penggantian hak, seperti cuti tahunan yang belum diambil, biaya transportasi pulang, dan hak lain yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.
- Prosedur penyelesaian perselisihan PHK, termasuk perundingan bipartit, mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja, hingga Pengadilan Hubungan Industrial.
- Relevansi PMTK Setelah Munculnya UU Ketenagakerjaan
Meskipun PMTK 150/MEN/2000 pernah menjadi dasar hukum yang penting, peraturan ini tidak lagi menjadi rujukan utama sejak diberlakukannya:
- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law)
- Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja
Kini, seluruh ketentuan mengenai PHK, hak-hak karyawan, dan mekanisme penyelesaiannya merujuk pada peraturan yang lebih tinggi, yaitu undang-undang dan peraturan pemerintah.
Namun dalam praktiknya, istilah PMTK masih sering digunakan secara informal di lingkungan HR atau perusahaan untuk menyebut skema penghitungan pesangon tertentu, seperti PMTK 1, PMTK 2, dan sebagainya.
Baca Juga : Mengenal Apa Itu People Development dan Contoh Programnya
Perbedaan 1 PMTK dan 2 PMTK dalam PHK

Pengertian Istilah 1 PMTK dan 2 PMTK
Dalam praktik ketenagakerjaan, terutama terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), istilah 1 PMTK dan 2 PMTK sering digunakan sebagai cara praktis untuk menyebut besaran uang pesangon yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang terkena PHK.
Secara sederhana:
- 1 PMTK berarti pesangon sebesar 1 kali ketentuan normal berdasarkan masa kerja.
- 2 PMTK berarti pesangon sebesar 2 kali ketentuan normal, artinya pesangon dikalikan dua dari ketentuan umum.
Meskipun istilah PMTK berasal dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.150/MEN/2000, saat ini perhitungannya mengacu pada Pasal 156 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga PP No. 35 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.
1 PMTK: PHK dengan Pesangon 1 Kali Gaji
1 PMTK berlaku untuk situasi di mana PHK dilakukan karena alasan-alasan yang dianggap bukan kesalahan karyawan, tetapi juga tidak karena pelanggaran perusahaan, seperti:
- Perusahaan mengalami kerugian terus menerus (dibuktikan dengan laporan keuangan audit dua tahun terakhir).
- Perusahaan tutup karena force majeure (keadaan memaksa seperti bencana alam, kebakaran besar, pandemi).
- PHK karena efisiensi, tetapi tidak mengancam kelangsungan usaha secara signifikan.
Kompensasi yang diberikan:
- Pesangon 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2)
- Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sesuai Pasal 156 ayat (3)
- Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai Pasal 156 ayat (4)
2 PMTK: PHK dengan Pesangon 2 Kali Gaji
2 PMTK berlaku jika PHK dilakukan karena efisiensi atau alasan tertentu yang dianggap lebih memberatkan karyawan, sehingga kompensasi harus dilipatgandakan. Contoh situasi:
- Perusahaan melakukan efisiensi besar-besaran demi mencegah kerugian lebih lanjut.
- PHK karena perusahaan melakukan perubahan struktur atau strategi bisnis.
- PHK akibat merger, akuisisi, atau perubahan kepemilikan yang berdampak pada posisi karyawan.
Kompensasi yang diberikan:
- Pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2)
- Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sesuai Pasal 156 ayat (3)
- Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai Pasal 156 ayat (4)
Bagaimana Cara Menghitungnya?

1. Komponen yang Dihitung
Ada tiga komponen utama yang wajib dibayarkan kepada karyawan yang terkena PHK:
- Uang Pesangon (UP)
Besarnya ditentukan berdasarkan masa kerja (lihat tabel di bawah). - Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Diberikan kepada karyawan dengan masa kerja minimal 3 tahun. - Uang Penggantian Hak (UPH)
Meliputi sisa cuti tahunan, biaya pulang, dan hak lainnya sesuai peraturan perusahaan atau PKB.
2. Rumus Perhitungan Umum
Total Kompensasi = (N × Pesangon) + UPMK + UPH
- N = 1 untuk 1 PMTK
- N = 2 untuk 2 PMTK
Baca Juga : Contoh Slip Gaji Karyawan Lengkap, Kamu Pasti Butuh Ini!
3. Tabel Pesangon Sesuai Masa Kerja (Pasal 156 Ayat 2)
Masa Kerja | Besaran Pesangon |
---|---|
< 1 tahun | 1 bulan upah |
≥ 1 – < 2 tahun | 2 bulan upah |
≥ 2 – < 3 tahun | 3 bulan upah |
≥ 3 – < 4 tahun | 4 bulan upah |
≥ 4 – < 5 tahun | 5 bulan upah |
≥ 5 – < 6 tahun | 6 bulan upah |
≥ 6 – < 7 tahun | 7 bulan upah |
≥ 7 – < 8 tahun | 8 bulan upah |
≥ 8 tahun | 9 bulan upah |
Contoh Kasus Perhitungan
Data karyawan:
- Masa kerja: 6 tahun
- Gaji pokok: Rp 7.000.000
- Tunjangan tetap: Rp 1.000.000
- Total upah sebulan: Rp 8.000.000
- UPH (misalnya sisa cuti, dll): Rp 4.000.000
A. Perhitungan untuk 1 PMTK
- Pesangon = 6 bulan × Rp 8.000.000 = Rp 48.000.000
- UPMK (6 tahun) = 3 bulan × Rp 8.000.000 = Rp 24.000.000
- UPH = Rp 4.000.000
Total Kompensasi 1 PMTK = Rp 48.000.000 + Rp 24.000.000 + Rp 4.000.000 = Rp 76.000.000
B. Perhitungan untuk 2 PMTK
- Pesangon = 6 bulan × Rp 8.000.000 = Rp 48.000.000
Karena 2 PMTK → 2 × Rp 48.000.000 = Rp 96.000.000 - UPMK = Rp 24.000.000
- UPH = Rp 4.000.000
Total Kompensasi 2 PMTK = Rp 96.000.000 + Rp 24.000.000 + Rp 4.000.000 = Rp 124.000.000
Catatan Tambahan
- Upah sebulan = Gaji pokok + Tunjangan tetap
- UPMK tidak dikalikan dengan PMTK (hanya pesangon yang dikali 1 atau 2)
- Gunakan laporan masa kerja dari HRIS atau payroll untuk data akurat
Ingin pantau kerja tim secara real-time tanpa ribet? Dengan aplikasi yang tepat, Anda bisa awasi progres kerja kapan saja dan di mana saja. Jangan
sampai kehilangan kendali atas performa tim. Konsultasi sekarang untuk
solusi yang efektif dan mudah digunakan!
